. Badan Usaha Koperasi:
Strategi dan Pengembangannya
Persaingan yang semakin tajam dalam dunia usaha membuat koperasi yang tidak
mandiri dihadapkan padasituasi sulit untuk berkembang. Kecenderungan dunia
usaha saat ini mengarah pada kecenderungan untuk saling berkerja sama satu sama
lain. Merujuk pada rekomendasi dari Engels ( 2001), kerjasama tersebut belum
tentu berbentuk badan usaha Koperasi. Karena dalam manejemen organisasi kita
mengenal berbagai bentuk kerjasama misalnya: franchising, netzwerk, joint
venture dan lain-lain. Namun demikian koperasi memiliki peluang untuk
berkembangnya lebih baik daripada bentuk organisasi kerjasama lain. Disamping
itu juga timbul tantangan, bahkan ancaman karena dengan beraagamnya bentuk
organisasi kerjasama usaha ini maka koperasi harus mampu membuktikan dirinya
sebagai badan usah yang tetap dapat di andalkan.
Jika melihat perkembangan yang ada, koperasi tidak akan dapat bertahan jika
bentuk pengelolaannya masih tradisional dan terkesan apa adanya. Karena apa pun
bentuk perusahaan jika dikelola dengan baik sesuai dengan etika bisnis yang ada
maka prospek kesuksesan itu akan terbuka lebar. Kesuksesan dan kegagalan suatu
usaha memang banyak faktor yang mempengaruhinya. Sebagai suatu badan usaha atau
sebagai soko guru pembangunan suatu bangsa, koperasi mempunyai peranan yang
cukup besar jika di kelola dengan sungguh-sungguh. Sejenak melihat statistik
perkoperasian dunia, menurut ILO dalam Report V(1): Promotion of Cooperatives
(2001) dewasa ini koperasi diyakini
memberikan sumbangan yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. PBB (Persatuan
Bangsa-bangsa) mengestimasian bahwa 3 milyar orang bermata pencaharian atau
separuh populasi dunia dari bangun usaha Koperasi. Paling tidak 800 juta
individu menjadi anggota koperasi saat ini, jika dibandingkan dengan tahun 1960
yang hanya 184 juta. Dalam tataran makro ekonomi, koperasi secara
signifikanmemberikan market share yang memadai. Misalnya di Burkina Faso, Koperasi Produk Pertanian merupakan
penghasil terbanyak untuk pasok buah-buahan dan sayuran dipasaran nasional dan
di Cote d’Ivory, koperasi bertanggung jawab terhadap 77 persen produksi Cotton. Di Uruguay koperasi
memproduksi 90 persen produk national susu dan mengekspor 70 persen surplus
produksi terigunya. Bahkan di Amerika Serikat pada tahun 1998, Koperasi Listrik
Pedesaan memberikan kontribusi lebih dari setenggah pasok aliran listrik dan
menyediakan kekuatan listrik untuk 25 juta orang di 46 negara bagian. Di
Denmark, koperasi memberikan kontribusi 94 persen produk susu untuk pasaran
nasional. Folksam, sebuah koperasi asuransi di Swedia telah menggelola 48,9
persen pasar asuransi perumahan dan 50 persen untuk asuransi jiwa dan
kecelakaan. Suatu angka yang tidak bisa dibilang remeh untuk ukuran Koperasi
yang kelihatan sepele. Negara tetangga kita, Philipina bahkan mengakui 16
persen dari GDP –nya merupakan sumbangan koperasi.
Manajemen adalah seni bagaimana sebuah organisasi dapat mencapai tujuan.
Jika tujuan suatu oraganisasi itu sederhana dan organisasinya kecil maka
pengelolaanya akan lebih mudah dibanding dengan organisasi yang lebih
besar.Banyak perusahaan kecil, perusahaan perorangan maupun koperasi dapat
secara cepat berkembang. Namun setelah perusahaan itu membesar seiring dengan
perubahan waktu, dan tujuan yang ingin dicapai lebih banyak maka diperlukan pengelolaan
yang lebih cermat. Disinilah letak pentingnya diterapkannya ilmu
manajemen,karena dengan manajemen yang baik sebuah organisasi akan mampu
bertahan. (Maurice, 1988).
Sampai saat ini memang belum ada
bentuk baku manajemen koperasi, walaupun badan usaha koperasi sudah sangat lama
diperkenalkan oleh pendiri koperasi dunia, misalnya Robert Owen, Wilhelm
Raiffeisen, Hermann Schulze Delitzs dan lain-lain. Namun demikian kecendrungan
yang terjadi adalah bentuk usaha koperasi terpinggirkan dalam persaingan usaha.
Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun, mengkoordinasi dan mengembangkan
potensi yang ada pada anggota sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan untuk
meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai tambah”. Hal itu
dapat dilakukan bila sumberdaya yang ada dapat dikelola secara efisien dan
penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi oleh kemampuan kepemimpinan yang
tangguh. Manajemen koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang
tersedia yaitu dengan cara memahami kondisi objektif dari anggota sebagaimana
layaknya manusia lainnya. Pihak manajemen dituntut untuk selalu berpikir
selangkah lebih maju dalam memberi manfaat dibanding pesaing karena hanyadengan
itu anggota atau calon anggota tergerak untuk memilih koperasi sebagai
alternatif yang lebih rasional dalam melakukan transaksi ekonominya (Rully;
Dasar-dasar koperasi: Implementasi Dalam Manajemen).
Lebih lanjut dikatakan bahwa, untuk
menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun perkembangan koperasi, pada umumnya
pihak manajemen perlu mengupayakan agar koperasi tetap menjadi alternatif
yang menguntungkan, dalam arti lain manajemen koperasi harus mampu
mempertahankan manfaatkoperasi lebih besar dari manfaat yang disediakan
oleh non-koperasi. Atau koperasi harus selalu mengembangkan keunggulan
kompetitif dan komparatif dalam sistem manajemen yang
dikembangkannya.
Pengelola perlu memiliki berbagai
kompetensi dan sikap tertentu untuk menjalankan fungsinya. Diantaranya adalah
sikap terbuka terhadap hal-hal atau penemuan-penemuan baru (inovasi) yang
mendukung jalannya tugas keorganisasian dan usaha. Malahan lebih dari pada itu
harus terangsang untuk mencari terobosan-terobosan baru yang belum ditemukan
oleh pesaing. Sikap yang terlalu toleran terhadap cara-cara lama sampai batas
tertentu akan sangat membahayakan terhadap eksistensi dan daya hidup koperasi.
Hal yang harus disadari oleh pengelola hasrat anggota maupun konsumen bukan
anggota selalu dalam keadaan dinamis, walau arah dinamika itu tidak selalu
berjalan ke muka, tetapi mungkin akan kembali ke semula. Dengan demikian esensi
inovasi dapat diklasifikasi dengan: (a) menerima dan menerapkan cara atau
teknologi yang sama sekali baru, (b) memodifikasi cara atau teknologi lama
sehingga terkesan baru, (c) menerapkan cara baru dari teknologi lama.
Sikap lain yang harus dimiliki pengelola hubungannya dengan usaha adalah kemampuan dalam menghimpun modal. Menarik modal, baik dari dalam maupun luar, bukanlah pekerjaan ringan mengingat hal itu sangat berhubungan dengan kepercayaan pihak anggota maupun pihak non-anggota terhadap koperasi. Memposisikan usaha yang dijalankan sebagai sarana investasi rasional merupakan tanggungjawab pengelola.
Sikap lain yang harus dimiliki pengelola hubungannya dengan usaha adalah kemampuan dalam menghimpun modal. Menarik modal, baik dari dalam maupun luar, bukanlah pekerjaan ringan mengingat hal itu sangat berhubungan dengan kepercayaan pihak anggota maupun pihak non-anggota terhadap koperasi. Memposisikan usaha yang dijalankan sebagai sarana investasi rasional merupakan tanggungjawab pengelola.
Kepemimpinan merupakan
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pengelola. Data empiris menyatakan
sikap ini masih tergolong rendah di kalangan pengelola terutama KUD. Tanpa
sikap ini, pengelola tidak lebih dari karyawan biasa yang menggantungkan hidup
dari koperasi. Terakhir adalah kemampuan manajerial yang berhubungan dengan
kebersediaan dan ketersedian pengelola untuk melaksanakan fungsi manajemen
secara proporsional dan profesional sehingga apa yang dikerjakan merupakan
hasil kerja yang terurut dan terukur.
Efektivitas koperasi masih menjadi
perbebatan yang hingga kini belum meneukan tik temu antara para pakar ilmu
koperasi.. Blümle dalam Dulfer dan Hamm (1985) yakni:
“Finally let
us see what co-operative science has to say, for it has
been widely debating the problem of success. In current
discussion about the promotional task this problem is linked
up with the co-operative system of objectives and
member participation. But there will be disappointment in the
results of this research for anybody who approaches with hopes and
analysis of the diverse attempts to make the promotional
maxims operational, and to measurement co-operative success.”
Sehingga dapat dipahami bahwa proses pengukuran
efektivitas tidaklah sesederhana mengukur efektivitas organisasi
atau badan usaha lain, melihat prinsip koperasi yang tidak saja
bersifat badan usaha ekonomis, yang melainkan juga sebagai badan usaha sosial..
Bagaimanapun juga sebagai abadan usaha, koperasi tetap memelukan ukuran kinerja
keberhasilan.
Keunggulan
merupakan syarat utama untuk terlibat dalam persaingan itu. Keunggulan
yang harus dimiliki senantiasa memuat dimensi koperasi sebagai unit usaha
maupun gerakan swadaya. Ketangguhan dalam dimensi gerakan swadaya sangat
ditentukan oleh tingkat keperdu-liaan anggota dalam fungsinya sebagai
pemilik untuk turut dalam proses pengembangan Koperasi. Partisipasi
anggota merupakan indikator dalam konteks. Sementara dilihat dari fungsi “badan
usaha” ketangguhan koperasi diukur oleh kemampuannya dalam mengembangkan
dan menguasai pasar. Hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan koperasi
dalam meraih lebih besar potensi yang dimiliki pasar ketimbang para
pesaing. Koperasi harus mampu memberi alternatif rasional bagi pelanggannya
(anggota) melalui berbagai kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam
teknis pelayanan pelanggan. Rumusan sederhana mengenai penjelasan di atas
adalah, “Koperasi berhasil bila mampu mengembangkan usaha yang dapat memberi
manfaat sebesar-besarnya bagi anggota, dengan mengoptimalkan keterlibatan
potensi anggota di dalam proses dan hasil usaha”.(Rully: Dasar-dasar Koperasi:
Implementasi dalam Manajemen ). Berangkat dari urgenitas tersebut Ropke (1992)
bahkan merekomendasikan adanya pengujian yang meliputi uji partisipasi
(Participation-test) dan uji pasar (Market-test) untuk mengukur
keberhasilan koperasi.
Sementara itu
untuk menyiapkan koperasi menjadi mandiri, tidak saja diperlukan aspek
ekonomi-sosial, namun lebih jauh dan dalam harus mengarah pada sisi operasional
koperasi itu sendiri. Dengan begitu jelas bahwa perubahan mendasar dari sisi
manejemen, khususnya antisipasi terhadap perubahan ekonomi global menuntut juga
perubahan pada manajemen koperasi. Perlu diingat bahwa sebenarnya prinsip
manajemen umum dapat diterapkan pada koperasi dengan memperhatikan prinsip yang
dianut oleh koperasi. Karena bagaimanapun koperasi sedikit memiliki perbedaan
mendasar dengan badan usaha lain. TesisDavis (1999) mengembangkan tujuh prinsip
manajemen yang selaras dengan prinsip manejeman koperasi. Hal ini dapat
dilihat pada tabel dibawah ini
Tujuh Prinsip Manajemen Koperasi
Manajemen
Umum
|
Manajemen
Koperasi
|
|
Pluralism,
Manajemen bertumpu semata-mata pada kepentingan
stakeholder.
|
Anggota akan menemukan keinginannya untuk mengenali
stakeholder yang lain.
|
|
Mutuality,
Membutuhan keuntungan dari saham.
|
Karena pengembalian modal bukan tujuan utama dalam
keanggotaan koperasi, kerjasama mutual antara pihak yang berkepentingan lebih
ditonjolkan.
|
|
Individual autonomy,
Mengakui kebebasan individu dan tanggung jawab.
|
Sama dengan organisasi lain tetapi koperasi tergantung
pada kekuatan dari luar dan hak anggota.
|
|
Distributive justice,
Pembagian sumberdaya yang tidak berlebihan.
|
Sama dengan organisasi lain,tetapi dalam koperasi akan lebih mudah
pengelolaannya karenaanggota langsung sebagaipemilik dalam struktur badan usaha.
|
|
Natural justice,
Mengarah pendekatan secara prosedur dan mengaplikasikan prinsip kejujuran
dan berkelanjutan
|
Struktur kepemilikan koperasi dan kultur pertanggungjawaban dalam
koperasi lebih mudah untuk dicapai.
|
|
People – centeredness
Kosumen adalah subjek bukan sebagai objek
|
Prinsip ini diterapkan dengan basis keanggotaan
|
|
Mutiple role of work and labour
Pekerjaan mempengaruhi status sosial, pola konsumsi dan hubungan
struktural secara keseluruhan. Dalam jangka panjangkekuatan individu bertumpu
pada tanggung jawab sosial perusahaan.
|
Koperasi mengadopsi prinsip ini dengan mengkombinasikan antara kebutuhan sosial dan bisnis. |
|
Satu hal yang
perlu diperhatikan adalah masalah efisiensi dalam pengelolaan Koperasi. Hal ini
mengingat koperasi berperan tidak saja sebagai badan usaha dan untuk
kepentingan anggotanya. Namun lebih jauh koperasi harus diarahkan kepada
sinkoronisasi atas efisiensi pembangunan nasional. Berkenaan dengan masalah tersebut.
Hanel (1988) membedakan tiga jenis efisiensi dalam koperasi yang meliputi:
Efisiensi Pengelolaan Usaha. Hal ini lebih pada efisiensi operasional
pengelolaan usaha Koperasi. Variabel yang diperhatikan adalah pada sejauh mana
tujuan-tujuan koperasi dapat tercapai sebagai badan usaha. Efisiensi yang berorientasi
Pada Kepentingan Anggota, yaitusuatu tingkat dimana melalui berbagai kegiatan
pelayanan yang bersifat menunjang dari perusahaan koperasi itu, kepentingan dan
tujuan para anggota tercapai dan Efisiensi Yang Berkaitan Dengan Pembangunan,
yaitu berkaitan dengan penilaian atas dampak-dampak yang secara langsung atau
tidak langsung yang ditimbulkan oleh koperasi sebagai kontribusi koperasi
terhadap pencapaian tujuan-tujuan pembangunan pemerintah.
Lebih lanjut perlu dikemukakan mengenai urgensi
konsep persaingan untuk memberikan juga diterapkan pada Koperasi sebagai badan
usaha yang bersaing dengan badan usaha non koperasi. Dalamkonsep persaingan
mempunyai tiga elemen pokok, yaitu badan usaha itu sendiri, pelanggan (dalam
koperasi termasuk juga anggota koperasi) dan pesaing. Kesuksesan sebuah badan
usaha harus dapat menselaraskan elemen pokok tersebut. Dalam pemasaran
tradisional bertumpu hanya pada kepuasan pelanggan, namun sekarang pelanggan
menuntut pelayan dan kualitas yang lebih. Kesuksesan juga tergantung pada
pesaing, karena itu badan usaha koperasi memerlukan keunggulan tersendiri
dibanding pesaing. Strategi keunggulan bersaing (Competitive Advantage), dapat
dikembangakan dengan memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1. mengkonsentrasikan
ukuran kinerja atas pelanggan. 2. keuntungan harus dapat dipersepsikan oleh
pelanggan, 3. strategi dikembangkan secara berkelanjutan. Dengan menggunakan
strategi ini maka badan usaha koperasi akan dengan sendirinya mampu bersaing
dengan badan usaha non koperasi dan koperasi lainnya (Simon, Herman,
2001).
5. Rekomendasi Menuju Kemandirian Koperasi dalam
Era Globalisasi
Suatu badan usaha mempunyai peluang untuk
berkembang atau mengalami kegagalan. Hal ini hanya tergantung pada kondisi dan sistem pengelolaan badan usaha tersebut.
Berangkat dari pernyataan-peryataan diatas, dalam hal ini koperasi memerlukan
perhatian yang serius dalam menyongsong era globalisasi. Untuk dapat bertahan
dalam persaingan usaha dengan memperhatikan beberapa rekomendasi yang sifatnya
dari dalam maupun dari luar, sebagaimana berikut:
1.Pemerintah turut bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi usaha yang
kondusif melalui instrumen yang diberlakukan, misalnya undang-undang persaingan
dan etika usaha yang dimasyarakatkan secara intensif dan berkesinambungan.
Harapan lebih lanjut adalah bagaimana instrumen tersebut mampu ditaati oleh
semua pelaku usaha Tentunya hal ini secara tidak langsung juga perlu mengubah
pendekatan yang selama ini terkesan dari atas ke bawah (top down)
menjadi pendekatan yang lebih bersifat interaktif, dialogis dan hadap masalah.
Dengan begitu apa yang diharapkan dari koperasi sebagai badan usaha yang
memiliki kontribusi dalam pembangunan ekonomi dapat tercipta.
2.Kemandirian
Koperasi menjadi tantangan terbesar menyonsong era globalisasi. Untuk itu perlu
dipertegas lagi peranan pemerintah dan jajarannya. Pemerintah haruslah hanya
menjadi fasilitator dalam tumbuh kembangnya koperasi Indonesia. Konsekuensi
lain adalah koperasi harus mampu untukmandiri yang responsif pada perubahan
yang terjadi. Tentunya untuk mempercepat menuju kemandirian koperasi ini,
kemitraan dengan organisasi lain semisal LSM dan organisasi internasional lain
perlu juga diperhatikan dengan serius.
3.Pengelolaan
yang lebih efisien dan efektif akan membuat koperasi sebagai badan usaha mampu
bersaing dengan badan usaha lainnya. Sehingga anggapan koperasi sebagai usaha
milik rakyat marginal akan sedikit demi sedikit hilang. Tentunya hal ini dapat
dipercepat dengan jalan secara radikal menyegarkan kembali kepada para
koperasiawan dan masyarakat koperasi tentang hakekat koperasi dan perubahan
yang terjadi di era globalisasi. Tanpa gerakan radikal yang bersifat massal dan
berkelanjutan, mustahil koperasi mampu untuk menjadi penopang ekonomi
anggotanya, yang secara tidak langsung juga jauh dari harapan sebagai soko guru
perekonomian nasional.
4.Untuk
memperbaiki citra, koperasi harus kembali pada jati dirinya dan membangun
organisasi profesional. Citra yang baik sebenarnya sudah tersirat pada
nilai-nilai yang dianut pada koperasi, seperti kejujuran, keadilan, tanggung
jawab sosial dan menolong diri sendiri. Seiring dengan perubahan waktu,
nilai-nilai yang berada dimasyarakat juga mengalami perubahan. Kondisi ini
langsung atau tidak langsung mempengaruhi persepsi anggota koperasi dan juga
masyarakat koperasi mengenai perlu tidaknya koperasi dipertahankan, apalagi
citra koperasi yang jauh dari yang diharapkan. Konsumerisme merupakan tantangan
terbesar bagi robohnya prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dikandung dalam
koperasi itu sendiri.
5.Koperasi
sebagai badan usaha mempunyai peluang yang sama untuk berkembang, jika
diberikan peluang dan kesempatan. Lepas dari konsep ekonomis sosial yang ada,
koperasi dihadapkan pada persoalan nyata sebagai badan usaha yang harus
berkompetisi dengan badan usaha lain. Tentunya dengan mencermati paradigma yang
ada denga menerapakan Strategi Keunggulan Bersaing diharapkan koperasi mampu
menjadi lebih prospektiv menghadapi era globalisasi.
6.
Penutup
Era globalisasi menjadikan setiap elemen mengalami perubahan mendasar.
Koperasi sebagai badan usaha tidak dapat menghindari perubahan lingkungan yang
terjadi. Hal ini memerlukan perubahan pemikiran dengan mengadopsi konsep
ekonomi dan manajemen, dabi dari sisi praktis maupun teoritis yang ada, supaya
dapat bersaing dengan badan usaha lain secara wajar. Tentunya diperlukan juga
penyegaran kembali konsep Koperasi dan meluruskan salah pendapat yang selama
ini berkembang mengenai koperasi, supaya dapat diterima oleh masyarakat sebagai
salah satu alternativ badan usaha.
Pemerintah
sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan ekonomi, secara konsisten harus
mengembangkan iklim kondusif bagi pertumbuhan koperasi. Keberpihakan pemerintah
pada kekuatan ekonomi rakyat melalui gerakan koperasi, akan berkembang dan
menjadi kenyataan jika didukung oleh konsistensi dan sistem yang berlaku.
Daftar Pustaka
Blümle,
1985, Methods of Measuring Succsess and Effect in A
Co-operative, in Co-oparative in The Clach Between Member Participation,
Organisational Development and Bureaucratic Tendencies by Dülfer, E and Walter, H,
Quiller Press Ltd., London.
Chukwu.S.C,1992, Ekonomi
Perusahaan Perniagaan Koperasi, edisi Bahasa Melayu, Marburg Consult.
Cornforth,
Chris, Alan Thomas, Jenny Lewis and Roger Spear, 1988, Developing
Successful Worker Co-operatives, Sage Publication, London.
Davis,
Peter, 1999, Managing the Cooperative Difference: A Survey of
the application of modern management practices in the cooperative context,
Cooperative Branch, International Labour Office, Geneva, Swiss.
Develtere, Patrick, 1994, Co-operative
and Development, Acco, Leuven, Belgium.
Engel, A, 2001, Kooperationeffekte, Efizientvorteile
und Erfolgspotentiale von Kooperationen und Kollektivem strategischem Handeln
aus unternehmenstheoritischer und genossenscahftswissenschaftlicher Sicht, inNutzer-orientierte versus
investor-orientierte Unternehmen, Marburger Fachgespräch am 22-23 Juni 2001,
Marburg Germany.
Hanel,
Alfred, 1992, Basic Aspects of Cooperative Organizations and
Cooperative Self-Help Promotion in Developing Countries,
Marburg Consult, Marburg, Germany.
Hanel,
Alfred, 1989, Organisasi Koperasi: Pokok-pokok Pikiran
Mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijakan Pengembangannya di Negara-negara
Berkembang,
Universias Padjajaran, Bandung, Indonesia.
Hutagaol,
M.P, 1996, Suatu Refleksi Krisis Mengenai Kesenjangan
Ekonomi Nasional, Mimbar Sosek, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor, Indonesia.
Indrawan,
Rully , Dasar-dasarKoperasi: Implementasi Dalam
Manajemen. http://rully-indrawan.tripod.com/
Iqbal,
Mochmammad, 1984, Tantangan-tantangan Baru Dalam Perkembangan
Koperasi di Indonesia, dalam dalam Memperkokoh Pilar-pilar
Kemandirian Koperasi, Antologi Esei, Badan Penelitian dan Pengemabgan Koperasi
Departemen Koperasi, Jakarta, Indonesia.
International
Labour Organisation, 2001, Report
V (1): Promotion of Cooperative, Geneva, Swiss
Kandem,
E, 2000,Cooperative Toward he 21st Century
The Changing Enviroment of Cooperative in Developing Countries,
in New Changes for Cooperativ Self-help in the Contexr of Liberalization and
Globalization Practical Experiences and The Theoritical Reorientation, Seminar
for Graduates of Co-operative Economics from 24th to
29th January 2000, ICDC, Philipps University of
Marburg, Germany.
Jeon,
J, 2000, Die Zukunft des Genossenschaftlichen Prinzips
Ansatzpunkte zu Seiner Innovatorischen Fortentwicklung,
in in New Changes for Cooperativ Self-help in the Contexr of Liberalization and
Globalization practical experiences and the theoritical reorientation, Seminar
for graduates of Co-operative Economics from 24th to
29th January 2000, ICDC, Philipps University of
Marburg, Germany.
McCarrell,
1992, Tantangan dan Perubahan: Penyiapan Perdangangan
Bagi Koperasi, Seri Forum Kuliah Dan Monografi Tentang Manajemen
Koperasi dan Pengembangannya, Southeast Asia Forum for Development
Anternatives.
Maurice-Adoum,
1988, Co-operative Management and Administration,
International Labour Office, Geneva, Swiss
Nasution,
Muslimin, 1992, Experience of TheCooperative Autonomy:
Observation and Recommendation,The Lecture Forum and Monograph Series on
Cooperative Management and Development,The Southeast Asia Forum For Development
Antenatives, Jakarta, Indonesia.
Roepke, Jochen, 1992, Genossenschaften und Wirschaftssytem, in Genossenschaftliche Selbhilfe und Struktureller Wandel, Marburg
Consult, Marburg, Germany.
Rozi
dan Hendri, 1997, Kapan dan Bilamana Berkoperasi, Unri Press, Riau, Indonesia.
Scholz
A.N and Walsh. T.A, 1992, Relevance
of Micro and Macro Levelsin The Autonomy of The Cooperative Movement, The
Lecture Forum and Monograph Series on Cooperative Management and
Development,The Southeast Asia Forum For Development Antenatives, Jakarta,
Indonesia.
Simon, Herman, 2001,Strategische
Wettbewerbsvorteile, Frankfurter Allgemeine Zeitung,
Samstag, 23 Juni, 2001, Nr. 143. Seite 68, Frankfurt, Germany.
Soejono, Ibnoe,
2000, Jatidiri Koperasi dalam Era Globalisasi, Makalah
Ceramah di Universitas Jember, 27 Januari 2000, Jember, Indonesia.
Soejono,
Ibnoe, 1992, Experiences of The Co-operative Autonomy: Review
and Recomendation,, The
Lecture Forum and Monograph Series on Cooperative Management and
Development,The Southeast Asia Forum For Development Antenatives, Jakarta,
Indonesia.
Sutrisno,
Lukman, 1984, Perspektif Perkembangan Koperasi dalam Struktur
Masyarakat Indonesia Dewasa Ini, dalam Memperkokoh Pilar-pilar Kemandirian
Koperasi, Antologi Esei, Badan Penelitian dan Pengemabgan Koperasi Departemen
Koperasi, Jakarta, Indonesia.
Suwandi,
Ima, 1984, Memasyarakatkan Koperasi Melalui Pendidikan, dalam
Memperkokoh Pilar-pilar Kemandirian Koperasi, Antologi Esei, Badan Penelitian
dan Pengembagan Koperasi Departemen Koperasi, Jakarta, Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar